hallobanua.com, BANJARMASIN - Berbagai macam strategi dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Banjarmasin, guna mencapai target angka vaksinasi Lanjut Usia (Lansia).
Oleh sebab itu, pihak Pemko pun berencana memvaksin masyarakat yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.
Namun, menurut Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinkes Kota Banjarmasin, Doyo Pudja, pelaksanaan vaksinasi yang menyasar warga berkomorbid ini tak bisa dilakukan dengan sembarangan.
Pihaknya pun bakal menggelar rapat terlebih dahulu bersama instansi terkait, pada Jumat, (11/03/22) hari ini.
Ujar Doyo, dalam pelaksanaan vaksinasi warga yang komorbid ini, pihaknya bakal menggandeng dokter ahli atau spesialis di bidangnya. Misalnya, ahli penyakit dalam.
Saat ini beber Doyo, berdasarkan data yang dihimpun, masyarakat yang memiliki komorbid yang tak bisa divaksin jumlahnya 20 persen dari jumlah seluruh sasaran vaksinasi masyarakat umum.
"Kalau pelaksanaan vaksinasi kita seperti ini saja, tidak menutup kemungkinan capaian vaksinasi hanya berjalan di tempat. Khususnya, vaksinasi lansia," ungkap Doyo saat ditemui di Balai Kota.
Adapun regulasi Pemko, papar Doyo yakni saat akan melakukan vaksinasi ke warga berkomorbid, pemko bakal melakukan pemeriksaan terperinci. Dengan menggandeng dokter ahli atau spesialis di bidangnya.
"Memang, mungkin tidak bisa serta merta divaksin. Perlu waktu. Misalnya, setelah menjalani pemeriksaan, kita lihat perkembangannya 1 atau 2 hari ke depan, apakah yang bersangkutan, misalnya diberikan penanganan terlebih dahulu seperti dengan diberikan vitamin, lalu kemudian diberikan vaksin," terangnya.
"Intinya, vaksinasi dilakukan secara prosedural alias dilakukan secara aturan medis. Jadi warga yang berkomorbid tidak selamanya tidak boleh divaksin. Akan tetapi, tetap bisa divaksin, ketika ada rekomendasi oleh dokter spesialis," sambungnya lagi.
Selain itu, Doyo juga menyatakan bahwa pelaksanaan vaksinasi warga berkomorbid ini, juga pernah dilakukan di Pulau Jawa.
Lalu, kapankah akan dimulai vaksinasi untuk komorbid itu? Doyo mengaku kemungkinan akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Tapi kita perlu melihat perkembangan dari hasil rapat terlebih dahulu," ujarnya.
Lantas, bagaimana bila ternyata seusai divaksin, warga berkomorbid justru mengalami hal yang tidak diinginkan?
Terkait hal itu, Doyo mengatakan, pihaknya tetap berpegang pada kode etik atau prosedur pihak kedokteran.
"Yang tahu, adalah dokter itu sendiri terkait kondisi pasien. Sehat atau tidak, kita mesti percaya ke dokter yang memeriksa. Yang jelas, khusus bagi warga berkomorbid, seusai menerima vaksin, akan dipantau secara serius," pungkasnya.
Sementara itu, Staf di Dinkes Kota Banjarmasin, Safarudin, menambahkan, ketika vaksinasi dilakukan, memang ada istilah Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
"Tapi, masyarakat juga mesti diedukasi mana yang KIPI mana yang bukan. Kipi ada batasan waktu, maksimal dua jam sesudah mendapatkan vaksinasi. Sedangkan setelah itu, bukan dari KIPI," tegasnya.
Kemudian, bila merujuk aturan, bila yang dialami warga yang bervaksin memang KIPI, maka segala sesuatunya menurut Safar, masih merupakan tanggung jawab pemerintah.
"Namun, segala sesuatu yang menimpa mereka yang divaksin, tentu mesti dibuktikan dengan pemeriksaan lagi," tutupnya.
Penulis : rian akhmad/ may
Kota bjm